https://www.burgerbarnewyork.com/ –  Di kedalaman Samudra Pasifik, 550 kabel fiber optik sepanjang 1,2 juta kilometer membentuk tulang punggung internet global, menghubungkan Asia, Amerika, dan Oseania. Kabel sebesar selang taman ini mentransmisikan 99% data lintas benua, termasuk transaksi keuangan senilai $10 triliun per hari dan komunikasi militer rahasia. Proyek ambisius seperti JUPITER (kabel AS-Jepang-Filipina) dan HKA (Hong Kong-Amerika) menjadi rebutan geopolitik, dengan kapasitas hingga 400 Tbps—setara streaming 20 juta film HD per detik. Namun, keajaiban teknologi ini rentan: setiap kabel hanya dilapisi baja setebal 17 mm, mudah terputus oleh jangkar kapal atau gempa bawah laut.

Ancaman terbesar datang dari perang siber bawah air. Laporan Rand Corporation (2023) mengungkap 47 kasus upaya penyadapan ilegal oleh kapal selam mini berbobot 8 ton yang dirancang tempelkan “sadap kuantum” pada kabel. Insiden 2021 di Laut China Selatan menunjukkan kabel Asia-America Gateway diretas via teknik photon splitting, mencuri data enkripsi pemerintah selama 114 jam sebelum terdeteksi. Ancaman fisik juga nyata: nelayan di Filipina 2022 ditangkap membawa pemotong kabel otomatis berdisain Rusia di kapalnya. Yang lebih mengkhawatirkan adalah senjata “Blackout Fish”—drone bawah laut China yang bisa memutus 10 kabel sekaligus dengan laser suhu -50°C, memicu kelumpuhan digital regional.

Negara-negara Pasifik kini berinvestasi dalam arsitektur jaringan bertahan hidup. AS mengembangkan kabel “Anti-Tamper” dengan serat optik berdeteksi tekanan dan suara, sementara Jepang uji coba kabel terapung berdrone penjaga bawah air. Diplomasi digital pun memanas: China klaim hak pengawasan kabel di ZEE-nya berdasarkan UNCLOS, sementara NATO bentuk Subsea Cables Defense Alliance dengan anggaran $2,3 miliar. Pakar keamanan siber, Dr. Emily Tang, memperingatkan: “Siapa pun yang kuasai kabel ini, kuasai aliran kebenaran global.” Di era di mana perang tidak lagi di medan tempur tapi di palung laut, Pasifik menjadi ajang pertarungan baru yang menentukan masa depan konektivitas umat manusia.